Jumat, 18 Agustus 2017

Fanfiction Naruhina Myterius Man Chapter 2

Mysterius Man

.
.
Lagi-lagi aku harus mendengar ocehan pelanggan satu ini. Memuakkan memang, dia begitu cerewet dan selalu meminta cepat dan benar-benar membuatku pusing. Bahkan ia tidak mau tahu kalau stock barang habis dan harus menunggu.
"Iya, Oma. Anda harus menunggu paling tidak dua hari kedepan." Aku mencoba berkata selembut mungkin. Walau sebenarnya aku dongkol setengah mati dengan segala omelannya, yang memaksa kalau barangnya harus ada besok.
Pria bernama Naruto itu seakan memperhatikanku. Aku jadi salah tingkah sendiri. Namun, orang yang sedang nyerocos di telepon mampu menghilangkan rasa risihku akan pandangan Naruto.
Dan pada akhirnya Si Oma rese itu menutup teleponnya. Pliese, aku ingin melempar wajahnya dengan sepatu hak tinggi ku. Kalau seandainya aku bertemu dengan perempuan manula itu.
"Hinata."
Dia memanggilku? Aku sungguh malas mengakuinya kalau setiap dia menyebut namaku, selalu saja Ada perasaan nervous. Perempuan manapun pasti merasakan hal yang sama denganku kalau mereka juga mengalaminya.
Aku menoleh dengan memasang wajah malas. Sepertinya untuk kali ini aku harus berakting biasa-biasa saja padanya. Walaupun jujur saja dia memang mengalahkan Gaara, mantan pacarku yang akhir-akhir ini ingin sekali aku lupakan.
"Bisa antar aku ke gudang?" Aku mngernyit heran. Untuk apa dia ke gudang? Lagipula inikan kantor ehm Papanya. Kenapa harus minta tolong padaku? Toh kesasar pun dia pasti banyak yang membantu.
"Ini, kan kantor Papamu? Masa iya ke gudang saja bakal kesasar."
Ah, tatapan itu. Tatapan dingin seorang pembunuh. Sedikit merinding sih melihatnya. Tapi aku mencoba biasa-biasa saja.
Ia tersenyum sinis. "Kantor Papa, bukan kantorku. Ini memang milik Papa bukan berarti milikku juga." Suaranya dingin, seakan rasa sepi begitu menyelimuti.
Aku masih belum paham tentang dia. Bahkan, otakku masih terus merekam kata-kata Sakura. Kalau saja dia nggak aneh. Aku pasti bakal naksir sama dia. Apa yang dimaksud aneh aku tidak mengerti.
"Nona, Hinata. Aku nggak minta kamu melamun. Aku minta kamu nganterin aku." Suara dingnnya membuyarkan lamunanku.
"Iya, iya. Sekalian mau cek stok barang ke Sasuke," ucapku sedikit judes.
Aku berjalan mendahuluinya. Ia mengekor di belakangku, sesekali aku menyapa beberapa orang-orang kantor. "Kamu cukup terkenal di kantor."
Tiba-tiba saja dia nyeletuk. "Ya ... Lumayan." Aku menjawab cukup singkat.
"Masih jauh gudangnya?" Ia bertanya lagi, mensejajarkan jalannya denganku.
"Nggak, di depan situ gudangnya," jawabku.
"Itu," ucapku menunjuk pada gudang yang tidak jauh dari tempatku berdiri. Setelahnya, aku berjalan ke kantor Sasuke seorang kepala bagian penerimaan barang. Pria barambut hitam dan bermata legam itu cukup populer di kantor ini. Tapi mungkin untuk saat ini dia dikalahkan si Naruto pria misterius.
"Hei, Sas," sapaku, nyengir tanpa dosa.
"Hei juga, ada apa kemari?" tanyanya mengulas senyum.
"Nggak kok, aku cuma mau cek saja. Stok minuman isotonik masih ada nggak? Ah aku bener-bener stress sama perempuan manula itu. Maksa banget minta barangnya langsung ada." Aku mengeluh.
"Oma Tsunade ya?" Sasuke tertawa mengejek.
"Jangan ngejek kamu. Ada nggak sih. Pliese tolongin aku." Aku merengek, layaknya anak kecil meminta mainan.
"Ada kok."
"Fiuh, syukurlah." Aku benar-benar merasa lega. Buakannya apa. Aku hanya tidak mau lagi harus berurusan dengan nenek sihir payah itu.
"Loh, Sas, kamu bilang tadi nggak ada. Kok, sekarang bilangnya ada?" Seorang pria bernama Chouji memprotes. Dia juga bagian Marketing sama sepertiku. Tapi dia bisa dibilang seniorku.
"Kamu cuma nggak tahu saja gimana caranya membujuk Mister Maskulin ini," ucapku.
"Ah, mungkin karena aku Pria gendut yang suka makan. Jadi Sasuke tidak tertarik denganku." Chouji terkikik geli.
"Haha, yang benar saja, kalau dia sampai tertarik padamu. Gempar seisi kantor." Aku menimpali.
"Hinata, beritahu lah gimana ngeluluhin hati Mister Sasuke ini," ucap Chouji, matanya berkilat jahil.
"Kamu mesti cari tahu rahasia terbesar dia," Aku terkikik.
Sasuke mendelik. Aku menutup mulutku dengan jari-jariku di sela kikikanku. Seorang Sasuke yang memiliki julukan Mister Perfecto itu, tidaklah sepenuhnya sempurna. Ya meski terlihat alim begitu, siapa sangka dia adalah pengoleksi majalah dewasa, its so hot.
Aku memergokinya saat aku mengantarkan dress yang di pesan Tante Mikoto, Mamanya. Bisa dibilang Tante Mikoto adalah langganan baju butik milik Mama. Yang membuatku curiga, awalnya dia begitu gugup saat aku tiba-tiba masuk ke kamarnya. Menyelipkan sesuatu di bawah tempat tidurnya.
"What the hell? Kedatanganku sepertinya membuatmu nggak nyaman. Kamu menyembunyikan sesuatu." Aku tersenyum jahil.
"Kamu itu sembarangan masuk kamar orang. Lagipula aku nggak nyembunyiin apa-apa," kilahnya.
"Hmm ... Dengan wajah gugup begitu yakin nggak nyembunyiin, itu?" Aku menunjuk pada buku yang sedikit nyempil di pinggiran tempat tidur.
Damn, dia kehilangan akal untuk berkilah. Pada akhirnya dia mengakuinya. Kesepakatan pun terjadi antara aku dan dia. Aku tahu kalau dia sangat menyukai Sakura, untuk tutup mulut dia berjanji akan menyisakan stok barang untukku, setiap kali barang akan habis. Cukup jahat memang, tapi dalam bekerja itu harus penuh taktik dan trik. Yang penting tidak mencari muka pada atasan.
"Sudahlah, kalian senang sekali menggodaku." ucap Sasuke, melempar remasan kertas kecil pada Chouji.
"Hei, kudengar ada orang baru di tempatmu?" tanya Sasuke.
Aku diam sejenak. "Iya sih, dia anak big boss loh."
Keduanya nampak terheran dengan ucapanku. "Loh, kalian kenapa?" Aku pun merasa aneh.
"Pria yang duduk di sebelahmu tadi anak Pak Minato? Yang benar saja." Nada bicara Chouji seakan tidak percaya.
"Loh, memangnya kenapa? Memangnya ada yang salah dengan itu?" Aku semakin penasaran. Kupikir mereka memang sudah tahu, sebab mereka sudah cukup lama bekerja di sini. Apalagi Sasuke, dia menggantikan Ayahnya yang sudah lama bekerja pada Bapak Minato.
"Selama yang aku tahu dari Papa. Pak Minato hanya punya dua anak. Dan dua-duanya sudah meninggal. Jadi bisa dibilang dia sudah tidak memiliki anak lagi," jelas Sasuke.
Aku memasang wajah aneh. Itu sungguh membuatku berpikir apakah Sakura berbohong padaku? Tapi jelas-jelas tidak mungkin. Wajah keduanya cukup mirip. Apalagi, tadi pagi Pak Minato juga sempat memanggil Naruto. Atau ada sesuatu yang di tutup-tutupi. Mungkin saja, terlihat dari sikap Naruto yang sepertinya tidak akrab dengan Pak Minato. Serta tatapan dingin yang menyiratkan kesepian dari Naruto.
"Aku sudah selesai." Ah suara seksi Naruto lagi-lagi membangunkanku dari lamunan.
"Kamu balik sendiri bisa, kan? Aku masih mau ke bagian purchasing."
Dia hanya mengangguk, lalu pergi. Aku melirik pada Sasuke dan Chouji, keduanya memasang wajah aneh. Tidak tahu apa yang mereka pikirkan. Namun, aku benar-benar haus informasi terhadap seorang Naruto.
"Oke, aku pergi dulu. Salam dari Si Rambut Pink." Aku langsung pergi sebelum mendapat semprotan dari Sasuke.
Setelah semuanya selesai, aku kembali ke mejaku. Ku lihat meja Naruto tak berpenghuni. Entah kemana dia aku tidak tahu. Aku berjengit pelan, jangan-jangan dia kesasar. Ya ampun apa yang harus aku lakukan kalau dia benar-benar tersesat.
Aku berjalan mencarinya, merepotkan sekali. Entah kenapa aku merasa bertanggung jawab. Sebab, dia satu tempat denganku dan dia termasuk orang baru. Huft, aku tidak menyangka kalau pekerjaanku akan bertambah serumit ini.
Fiuh, akhirnya aku menemukannya. Namun, aku tidak berani mendekat. Kini dia sedang berbicara dengan Ayahnya, bigg boss yang juga memiliki sifat dingin sama seperti Naruto. Kulihat cukup serius, tidak lama percakapan mereka selesai. Ia melihatku, aku melipat kedua tanganku didepan dada. Memasang wajah datar padanya.
"Sedang apa kamu kemari?" Nadanya yang sedikit sinis itu, terkadang membuatku kesal. Bisa tidak sih dia bicara agak ramah.
"Aku sudah capek mencarimu keliling kantor. Bicara kamu gitu banget?" ucapku memasang wajah kesal.
"Ya aneh saja, aku kan sudah dewasa. Nggak perlu dicari kayak anak kecil yang kehilangan ibunya."
Aku mendecih sebal. "Tahu begitu, aku tidak repot-repot mencarimu." Aku berjalan dengan langkah kaki yang ku hentak-hentakkan.
"Besok, kamu harus ikut aku." Aku mengernyit mendengar ajakannya.
"Aku? Kemana?"
"Ke sini." Ia menyodorkan sebuah undangan pernikahan padaku.
"Mau ke kondangan? Kenapa mengajakku? Kalau aku nggak mau gimana?" ucapku mencoba jual mahal. Padahal, aku benar-benar mau pingsan rasanya, akan di ajak seorang Naruto ke acara pernikahan temannya. Yang pastinya itu pernikahan orang elite.
"Aku nggak peduli, kamu harus mau," ucapnya begitu datar.
"Ih, maksa banget sih. Emang kamu nggak punya pacar ya buat di ajak?" Aku memancingnya, ingin tahu statusnya apakah masih lajang atau sudah double.
Matanya berubah gelap. Dengan wajah muram ia berucap. "Seandainya aku punya, aku hanya ingin wanita yang tulus."
Aku mengernyit, memandang aneh pada dirinya. Jadi dia single. Cukup lega aku mendengarnya. "Emm ... Begitu ya? Tapi kenapa harus aku? Kamu kan bisa ngajak wanita lain, Sakura mungkin. Kamu kan sudah kenal lama juga sama dia."
"Aku nggak bisa ngajak dia. Terlalu mencolok."
"What? Mrnurutku seorang sakura nggak mencolok. Dia terlihat perfect," ucapku memuji Sakura.
Ia mendengus menatap muram padaku. "Tidak ada manusia yang perfect, semuanya penuh kekurangan."
"Iya sih, kamu benar. Tapi jujur, aku nggak punya baju pesta yang sekelas orang-orangmu." Aku masih beralasan.
"Nggak usah khawatir soal itu. Aku bisa mengatasinya. Yang penting besok kamu harus sudah siap jam tujuh malam." Sepertinya keputusannya memang bulat untuk mengajakku.
Aku mendesah pasrah. Aku senang sih, tapi aku grogi juga. Untuk pertama kali aku akan pergi ke acara orang-orang kelas atas. Aku tidak tahu apakah besok menjadi sesuatu yang berkesan atau malah menjadi hal buruk bagiku. Mengetahui seorang Naruto yang dingin dengan hidupnya yang Misterius.
TBC

Kamis, 17 Agustus 2017

Mysterius Man chapter 1 (cerbung Naruhina)


Mysterius man
.
.
.
"Oh ... Sial!" Dadaku benar-benar serasa tebakar. Gara-gara alarm sialan yang tidak berbunyi, hingga aku harus mengejar waktu agar tidak telat sampai kantor.
Lebih sialnya lagi, rambut indigoku tidak aku ikat. Sementara aku terburu-buru membawa motor matic ku. Dan itu sukses membuat rambutku berantakan bak manusia primitif yang nyasar di gedung tinggi bernama kantor.
"Hinata." Aku hapal benar dengan suara centil melengking yang tengah menyapaku. Ino, gadis berambut pirang panjang itu melambai mengajakku bergabung. Aku berjalan menghampirinya.
"Belum nyalon ya?" Kiba, cowok energik dan suka bicara blak-blakan itu terkikik meledek rambutku. Aku melempar pandangan kesal padanya.
"Yang pasti alarmnya rusak lagi." Sakura menyambung ucapan Kiba. Ah gadis itu memang paling perfect menurutku. Cantik, pintar, ramah dan sudahlah aku tidak ada apa-apanya. She is Miss Perfecto.
"Nih! aku udah pesenin makanan kesukaan kamu. Aku tahu kalau kamu pasti bakalan telat. Mumpung ada waktu makan dulu, gih." Memang kebiasaan Ino, selalu memesankan makanan untukku. Karena dia hapal betul kebiasaanku pasti selalu mepet sampai ke kantor.
Dan di sinilah kami berempat. Di bangku kantin paling pojok langganan kami sarapan ataupun waktu istirahat jam kerja. Ah perutku sudah bernyanyi ria, ditambah lagi bau sup yang menguar melewati hidung mungilku. Membuat perutku semakin gaduh.
Saat aku mulai menyantap sup, mataku terpaku pada satu tempat. Tepatnya di balik pintu masuk kantin. Disana aku melihat sesosok pria dangan rambut pirang sedang berdiri. Matanya menyapu seluruh isi kantin. Tanpa diduga, irisnya berhenti pas pada diriku. Oh! Gila!  Jantungku sampai mau copot. Aku gugup, mataku berkeliaran, sepertinya aku sudah ketahuan mengamatinya.
Ku lirik kembali pria yang rupa-rupanya memiliki mata biru langit itu. Dan yang membuatku semakin gugup. Ia berjalan menghampiri meja di mana tempat kami duduk. Aku semakin keringat dingin.
"Sakura-chan." aku berjengit. Entah kenapa jantungku semakin menjadi-jadi. Walaupun yang dipanggilnya adalah Sakura. Suaranya serak-serak dan err...  Sedikit seksi menurutku.
Semua mata tertuju pada Sakura. Tapi aku benar-benar merasa panas dingin. Pria bermata biru itu kini berdiri di antara aku dan Sakura.
Mata Sakura seketika melebar,  dengan wajahnya yang semringah. "Naruto? Ini beneran kamu? Kamu berubah banget," pekik Sakura.
Cengiran itu menyamarkan wajahnya yang dingin. "Nggak usah berlebihan Sakura. Aku tetap Naruto yang sama."
Aku mengamatinya, tapi bola mataku langsung aku alihkan saat ia akan melihatku.
"Apa kabar Sir. Kupikir kamu masih di London. Kapan balik?" tanya Sakura. Kupikir mereka memang sudah saling mengenal lama.
"Belum lama ini." Manik birunya mulai mengitari penghuni meja ini.
"Kamu nggak lagi oplas, kan?" Sakura mengamati Pria itu dari atas sampai bawah.
Ia tersenyum miring. "Oplas? Macam artis Korea? Pastinya aku nggak bakal bikin wajahku jadi plastik murahan."
"Naruto, kenalkan ini Ino, Kiba dan itu Hinata." Sakura menunjuk kami satu per satu.
"Hai semua ..." sapanya. Ya dia terlihat cool. Tapi aku masih belum mengenalnya, siapa tahu ada sesuatu yang berbeda dari dia. Seorang homo mungkin.
"Kamu ke sini kerja? Ouch! Jangan bilang kamu sekarang sudah jadi big bos ku yang baru." Sakura seakan mengintrogasinya.
"Big bos? Yang benar saja. Beliau nggak mungkin ngasih jabatan instan. Aku sama aja kayak kalian. Harus dari bawah." Suaranya terdengar sinis.
Big bos? Jabatan instan?  Beliau? Pikiranku sekelebat menangkap bahwa, jangan-jangan dia anak Pak Bos.
"Hey, aku boleh gabung?" tanyanya pada kami. "Kalian ... Satu divisi?" Ia mengangkat alisnya.
"Tidak, aku dan Ino bagian finance. Sedangkan Sakura dan Hinata bagian marketing." Kiba mulai mnyerocos sok akrab. "Tapi, walaupun kami beda, kita tetep satu. Iya kan guys." cerocosnya lagi.
Ino memutar bola matanya. Merasa ngeh dengan sikap Kiba yang SKSD. Sedang aku masi terdiam, mengamati sup ku. Seakan-akan ada sesuatu yang menarik di sana.
"Kamu ..." Seketika jantungku bergerilya. Saat ia menunjuk padaku. Wajahnya menyelidik. "Aku melihatmu tadi. Cewek yang mengendarai matic ungu."
Melihatku? Kapan? Oh my God jantungku ingin meledak. "Kamu tadi yang kebut-kebutan itu, kan?" Suaranya yang dingin, hampir membuatku pingsan di tempat.
Kiba terkikik. "Mungkin dia mantan pembalap Moto Gp, kebut-kebutan."
Aku melirik sebal pada Kiba. Ia memang senang membuatku gerah dengan ucapannya.
"Menurutku, seorang wanita itu harusnya kalem. Merasa aneh aja melihat wanita kebut-kebutan." Dengan santainya ia berucap.
Aku siap-siap menyemprotkan protes. Aku mendelik pada pria yang terlihat kebule-bulean tersebut. 
Namun belum sempat aku bicara, Ino mendahuluiku. "Sekalem-kalemnya wanita. Kalau lagi kepepet waktu, otomatis kebut-kebutan lah daripada harus membangunkan macan tidur."
Aku benar-benar berterimakasih pada Ino. Ia terdiam sejenak. Irisnya terlihat muram dan sadis, berbeda jauh dari warnanya yang biru cerah. "Kalian akur ya, walau berbeda divisi."
"Bagaimana tidak akur. Kita masuk perusahaan Papamu itu barengan. Yah biasalah anak baru pasti di bully. Dan kita merasa senasib." jelas Sakura.
Aku membelalak mendengar penjelasan Sakura. "Wowowowow! perusahaan Papamu? Jadi Naruto ini anaknya Big boss?" Celetuk Kiba, mencondongkan tubuhnya kedepan. Ah aku merasa beruntung juga punya teman yang sok akrab dan suka kepo macam Kiba. Paling tidak dia bisa membantuku mencari tahu siapa pria maskulin di sebelaku ini.
Senyum samar menghiasi wajahnya yang muram. Pertama kali melihatnya aura yang di pancarkan pria ini sungguh gelap. Berbeda dengan penampilan dan wajahnya yang berkilauan. "Iya, tapi itu perusahaan Papa bukan aku."
"Iya, gimana kabar Sara?" Sakura bertanya lagi.
Entah kenapa mendengar nama wanita itu aku merasa sedikit panas. Namun aku belum tahu, siapa itu Sara.
"Aku, udah nggak tahu lagi kabar dia." Ia melirik padaku. Please guys, help me! Jantungku seperti ingin meloncat dari tempatnya.
"Loh!  Emang dia kemana?" Sakura menopang dagu.
"Aku udah nggak tahu lagi. Dan nggak mau lagi berurusan sama dia." Wajahnya dingin.
"Oke deh oke. Aku nggak akan tanya dia lagi." Sakura mulai menyerah.
"Kapan mulai kerja? Sekarang?" ucap Sakura mengalihkan topik. "Di bagian apa?" sambungnya. 
"Mungkin marketing."
"Wah! Kita samaan dong." Sakura nyengir.
"Naruto," ucap seorang pria paruh baya. Tiba-tiba saja berada di tempat kami berkumpul. Siapa lagi kalau bukan Big boss.
"Beliu manggil. Aku, duluan yah. Good luck buat kalian semua." Ia pun pamit.
"Sepertinya hari ini bakal ngaret jam kerjanya." Sakura berujar santai.
"Kamu, sepertinya sudah akrab banget sama anak big boss?" Aku bertanya pada Sakura seraya menikmati sup ku kembali.
Sakura tertawa garing. "Dia teman sekolah waktu SMA. Dulu penampilannya ngga gitu banget. Lagipula dia aneh, kalau ngga aneh mungkin aku sudah jatuh hati sama dia."
Aneh? Apa dia tidak normal? Jangan-jangan dia benar-benar homo. Pikiranku benar-benar penuh dengan segudang pertanyaan tentang laki-laki itu.
"Memangnya dia dulu seperti apa?" Kurasa mulutku benar-benar harus dilem. Dengan begitu, rasa penasaranku tidak bocor akibat ceplas-ceplosnya mulutku.
Semua mata menatap jahil padaku. Semuanya pasti mengira kalau aku sedang dilanda asmara.
Kiba terkikik. Aku melempar pandangan kesal padanya. "Jangan melihatku seperti itu Hinata. Ngga salah kok, kepo tentang orang yang disukai." Kiba makin terkekeh. Seakan ekspresiku ini hiburan tersendiri baginya.
Aku mendecih. "Siapa juga yang suka dengan pria sedingin es begitu. Lagipula dia terlihat menyebalkan sekali." Aku membuang muka.
Aku masih mengelak dengan rasa kagumku akan pesonanya. Tapi rasa penasaranku jauh lebih besar dari rasa kagumku.
"Iya-iya kamu ngga suka, tapi cinta." Kiba menatap jahil padaku. Sungguh rasanya ingin  kusumpal mulut embernya itu.
"Sudah Kiba, jangan diledek terus. Ntar itu muka makin berantakan." Ino kembali bersuara. Semuanya menertawakanku. Walaupun begitu aku tidak pernah marah, ataupun dendam. Kita sudah terbiasa saling meledek satu sama lain. Tinggal waktunya siapa yang sial hari itu. Mungkin, hari ini memang hari tersialku.
Yang dikatakan Sakura memang benar. Jam kerja hari ini sedikit ngaret. Pasalnya, ada pengenalan karyawan baru. Siapa lagi kalo bukan anak big boss.
Semuanya berkumpul di aula kantor. Ah, dia memang keren. Semua wanita pasti akan klepek-klepek dengan kharismanya. "Liatnya gitu banget." Sakura menyenggol lenganku. Entah sejak kapan ia sudah berdiri di dekatku.
"Gitu gimana? Perasaan biasa aja." Aku menampik.
"Hinata." Suara Bu Kurenai, sang marketing manager mengagetkanku. "Meja di sebelahmu kosong kan? Itu akan jadi meja Tuan Naruto. Jadi antarkan dia ke mejanya ya."
Tunggu, artinya aku akan sering berurusan dengan pangeran aneh satu ini. Aku tersenyum palsu pada Bu Kurenai. Sejujurnya aku sendiri agak bingung dengan diriku antara beruntung atau sial. Beruntungnya aku bisa sering-sering melihat wajah tampannya. Sialnya, kurasa dia laki-laki menyebalkan, dingin, aneh, dan yah kurasa tahu sendiri bagaimana rasanya bicara dengan orang aneh yang misterius. Seperti orang bodoh.
"Ini mejamu. Kurasa urusanku sudah selesai." ucapku membalik tubuhku ingin beranjak menuju mejaku. Yang bersebelahan dengannya.
Dia hanya diam. Meneliti tempatnya bekerja. Raut wajahnya sulit ditebak, apakah ia suka atau tidak. Ia mengernyit saat membuka laci mejanya. "Apa ini?" ia mengambil sepotong roti isi yang telah menjamur. Terdapat bekas gigitan di ujung roti jamuran tersebut.
Tuhan, tolong lempar aku ke dalam laut. Ini sungguh memalukan. Sebab, roti yang menempel di tangannya adalah roti isiku tiga hari yang lalu.
"Aduh! Siapa ya yang melakukannya. Benar-benar ya orang-orang sini. Usilnya bukan main." Aku berpura-pura tidak tahu apa-apa. Dengan menyalahkan orang lain untuk menutupi rasa maluku.
Dia menatapku dingin. Seolah maniknya mengatakan kalau dia tidak percaya dengan ucapanku. "Ini masih berlaku?" ia mengeluarkan beberapa kertas lusuh dari dalam laci yang satunya lagi.
"Itu berkas sampah. Semua orang selalu memasukkannya pada meja kosong. Jadi buang saja," ujarku.
Ia mendengus, lalu merapikan mejanya yang akan ditempati hari ini juga. Dia memang cukup rajin. Daripada diriku yang sedikit tak acuh dengan kerapian. Setelahnya ia mengamati tempatku. Yah tempatku memang dominan berwarna ungu. Sebab aku memang penyuka warna ungu. Hampir setiap barang yang kupunya berwarna ungu.
"Aku masih baru, jadi aku masih perlu bantuan. Berhubung yang paling dekat itu kamu. Jadi aku akan selalu minta tolong padamu," ucapnya sinis.
Ku pikir aku akan bebas dari pangeran satu ini. Tapi kurasa ini awal cerita antara aku dengannya. 
TBC

Rabu, 08 Maret 2017

Benci
.
.
Benci © saya
.
Naruto © Masashi Kishimoto



"Maaf aku tidak bisa menerima mu."

Seorang siswa pagi-pagi sekali sudah menolak seorang gadis. Siapa lagi kalu bukan Namikaze Naruto. Yang merupakan idola siswi-siswi di Konoha High School. Sudah berapa gadis yang ia tolak. Dan itu sudah menjadi kebiasaannya. Kebiasaan macam apa itu?.

Gadis yang di tolak pun pergi meninggalkannya sendiri dengan perasaan kecewa. Sedang dia hanya mengendikkan bahu dan pergi ke arah yang belawanan. Dia dengan santai menuju ke dalam kelasnya. Dan duduk bersama teman se gengnya.

"Bagaimana?" Tanya Kiba.

"Apanya?" Tanya Naruto balik. Dengan wajah malas.

"Ampun deh gadis tadi. Pasti dia nyatain cintakan?" ucap Kiba lagi.

"Ooohhhh" ucap Naruto ber oh ria. Sambil manggut-manggut.

"Dasar rubah. Aku ini tanya malah di jawab OH" Ucap kiba kesal.

"Seperti tidak tau Naruto aja." Ucap gaara yang sedang mengutak-atik smartphonenya.

"Aku kan gitu orangnya." Ucap Naruto nyengir.

Bell pun berbunyi. Siwa-siswi duduk di bangkunya masing-masing. Suasana di kelas Naruto masih gaduh. Sebab guru mereka belum datang. Setelah beberapa menit datanglah guru mereka.

"Ohaiyo sensei telat karna harus ke ruang kepsek dulu tadi." Ucap guru bermasker itu yang tak lain kakashi.

"Halah alasan." Ucap Sakura memutar bola matanya bosan.

"Kali ini kita kedatangan murid baru. Silahkan masuk." Ucap kakashi menyuruh murid baru itu masuk.

Masuklah murid baru itu. Para siswa laki-laki langsung berbinar-binar. Ternyata murid baru itu perempuan. Berambut panjang indigo, bermata ametyst, kulit putih halus seperti boneka porseline.

"Silahkan perkenalkan dirimu." Ucap kakashi.

"U um." Angguk murid baru itu.

"Hajimemashite Hyuga Hinata Desu dozou yoroshiku."Ucap Hinata memperkenalkan dan berojigi.

"Uwaaaa kawaaaiiii." Ucap salah satu murid laki-laki. Hinata yang mendengarnya wajahnyapun sedikit memerah.

"Baiklah ada yang ingin di tanyakan?" Tanya kakashi pada murid-muridnya. Kiba pun langsung mengangkat tangannya.

"Ya Kiba?"

"Ne Hinata-chan. Apa kau sudah punya pacar?" Tanya Kiba to the point.

"E eh belum." jawab Hinata tersenyum.

"Huaaa jadi aku punya kesempatan untuk mendekatimu." ucapnya.

"Dasar mata kranjang." Ucap Naruto datar. Dan langsung dihadiahi deathglare oleh Kiba.

"Sudah-sudah kalo tidak penting. Silahkan Hinata kau duduk di samping Sakura. Yang bernama Sakura angkat tanganmu." Ucap Kakashi. Sakura pun mengangkat tangannya.

Hinata kemudian menghampiri bangku sebelah Sakura. Dan tepat disebelah bangku Hinata adalah Naruto.

Tak sengaja mereka bertemu tatap. Hinata tersenyum tapi diacuhkan oleh Naruto. Dan itu memebuat Hinata kesal.

"Apa! aku diacuhkan, dasar cowok sok ganteng awas kau nanti." batin Hinata. Dan hanya karna hal itu Hinata sudah mulai membenci Naruto. Yah karna Hinata orangnya begitu sensitif. Tak diacuhkan sedikit sudah ngambek.

bell istirahat berbunyi. Mereka para siswa sudah berhamburan keluar kelas, berbondong-bondong menuju kantin tak lupa Hinata menuju kantin. Setelah membeli makanan Hinata duduk di meja pojok dekat jendela. Namun di tegur oleh Sakura.

"Ne Hinata-chan jangan duduk di sana. Itu tempat Naruto dan kawan-kawannya." ucap Sakura.

"Naruto?" tanya Hinata. Menautkan kedua alisnya.

"Itu yang tadi duduk di sebelah bangku kita." jelas Sakura.

"Oh..." hanya dibalas oh oleh Hinata. Tak lama Naruto dkk datang. Naruto menghampiri Hinata yang masih duduk ingin menyantap makanannya. Sedang Sakura langsung pergi dan tidak ingin berurusan dengan Naruto dkk.

"Hei kau murid baru. Aku beri tau ya ini tempat wajib kami jadi kalau bisa kau pindah sekarang." suruh Naruto.

Hinata tak menggubris sama sekali, dengan santai terus menyantap makanannya. Dan itu sukses membuat Naruto kesal.

"Hei kau! beraninya kau mengacuhkanku. Kau belum tau siapa aku hah!" ucap Naruto geram

"Aku tau, kau cowok sok ganteng yang bodoh, menjengkelkan dan sok jago, sok keren dan menjijikkan." ucap Hinata lalu menatap Naruto.

CTIK

Perempetan siku-siku muncul di dahi Naruto. Mereka saling lempar deathglare. dan mereka menjadi tontonan siswa-siswa yang sedang makan di kantin. Ada yang senang dengan sikap Hinata yang berani melawan Naruto. Pasalnya selama ini tidak ada yang berani melawan Naruto. Tapi ada juga yang mencibir, taulah dari kalangan fangirl Naruto menganggap tingkah Hinata hanya untuk cari perhatian Naruto saja. Padahal sebenarnya tidak.

"Sudahlah dobe, kita jadi tontonan." ucap Sasuke.

"Lebih baik cari tempat lain saja." ujar Gaara.

"Merepotkan." siapa lagi kalo bukan shikamaru.

"Kau memalukan Naruto jika harus bertengkar dengan seorang wanita." ucap sai dengan senyum palsunya.

"Ya Naruto biarkan si cantik ini duduk disini." ucap Kiba mengedipkan mata pada Hinata.

Hinata meringis melihat Kiba yang mengedipkan matanya. Dan rasanya ingin muntah saja.

"Ck baiklah, oke untuk saat ini aku mengalah tapi urusan kita belum selesai." ucap Naruto menatap tajam Hinata.

Hinata hanya menanggapi dengan datar. Tak takut dengan ancaman Naruto.

"Liat saja akan ku buat kau tidak betah sekolah disini." ucap Naruto lagi. Hinata menaikkan sebelah alisnya.

"Kita liat aja." ucap Hinata tersenyum miring.

Tbc